TEORI HUMANISTIK
Teori humanistik
memandang tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar
dianggap berhasil jika sipelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya
dua bagian pada proses belajar, ialah :
a.
Proses perolehan informasi
baru,
b.
Personalia informasi ini pada
individu.
Tokoh penting
dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:
A.
Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan
Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering
digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi
karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru
harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa
tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun
dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi
pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
B.
Maslow
Teori Maslow
didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
a.
suatu usaha yang positif untuk
berkembang
b.
kekuatan untuk melawan atau
menolak perkembangan itu.
Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan
sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih
maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke
arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat
menerima diri sendiri(self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia
menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama,
seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang
terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia
mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau
kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
C.
Carl Rogers
Carl Rogers
lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari
enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke
bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan
mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis
di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak. Gelar profesor
diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya,
Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep
Client-Centerd Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1.
Kognitif (kebermaknaan)
2.
experiential ( pengalaman atau
signifikansi)
Guru menghubungkan
akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan
untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan
kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup
keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri,
dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers
yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan
prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
a.
Menjadi manusia berarti
memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang
hal-hal yang tidak ada artinya.
b.
Siswa akan mempelajari hal-hal
yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
c.
Pengorganisasian bahan
pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siswa.
Belajar yang bermakna dalam masyarakat
modern berarti belajar tentang proses.
D.
Ki Hajar Dewantara
Ki hajar
dewantara berpendapat bahwa beliau melihat manusia lebih pada sisi kehidupan
psikologinya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan
karya. Pengembangan manusia seutuhnya menurut pengembangan semua daya secara
seimbang. Pengembangan yang terlalu tertuju pada satu daya saja akan
menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan
bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan
peserta didik dari masyarakat. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini
hanya menekankan pada perkembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan
perkembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia
kurang humanis atau manusiawi. Ki Hajar Dewantara sendiri dengan mengubah namanya
ingin menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu jadi
Satria Pinandita ke Pinandita Satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru
spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk
melindungi bangsa dan Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar