Kali ini saya akan membahas
tentang Sejarah Kesenian Tari Topeng Cirebon yang memiliki arti penting bagi penyebaran agama ISLAM di dataran
Cirebon.
Pada saat
berkuasanya Sunan Gunung Jati sebagai Pimpinan Islam di Cirebon, maka datanglah
percobaan untuk meruntuhkan kekuasaan Cirebon di Jawa Barat. Tokoh pelakunya
adalah Pangeran Welang dari daerah Karawang. Tokoh ini ternyata sangat sakti
dan memiliki pusaka sebuah pedang bernama Curug Sewu. Penguasa Cirebon beserta
para pendukungnya tidak ada yang bisa menandingi kesaktian Pangeran Welang.
dalam keadaan kritis maka diputuskan bahwa utnuk menghadapi musuh yang demikian
saktinya harus dihadapi dengan diplomasi kesenian. Setelah disepakati bersama
antara Sunan Gunung Jati, Pangeran Cakrabuana dan Sunan Kalijaga maka
terbentuklah team kesenian dengan penari yang sangat cantik yaitu Nyi Mas
Gandasari dengan syarat penarinya memakai kedok/topeng.
Mulailah team
kesenian ini mengadakan pertunjukan ke setiap tempat seperti lazimnya sekarang
disebut ngamen. dalam waktu singkat team kesenian ini menjadi terkenal sehinga
Pangeran Walang pun penasaran dan tertarik untuk menontonnya. Setelah pangeran
Walang menyaksikan sendiri kebolehan sang penari, seketika itu pula dia jatuh
cinta, Nyi Mas Gandasari pun berpura – pura menyambut cintanya dan pada Saat
Pangeran Walang melamar maka Nyi Mas Gandasari minta dilamar dengan Pedang Curug
Sewu. Pangeran Walang tanpa pikir panjang menyerahkan pedang pusaka tersebut
bersamaan dengan itu maka hilang semua kesaktian Pangeran Walang.
Dalam keadaan
lemah lunglai tidak berdaya Pangeran Walang menyerah total kepada sang penari
Nyi Mas gandasari dan memohon ampun kepada Sunan Gunung Jati agar tidak
dibunuh. Sunan Gunung Jati memberi ampun dengan syarat harus memeluk agama
Islam. Setelah memeluk agama Islam Pangeran Walang dijadikan petugas pemungut
cukai dan dia berganti nama menjadi Pangeran Graksan. Sedangkan para pengikut
Pangeran Walang yang tidak mau memeluk agama Islam tetapi ingin tinggal di
Cirebon, oleh Sunan Gunung Jati diperintahkan untuk menjaga keraton – keraton
Cirebon dan sekitarnya.
Syekh Syarif
Hidayatullah yang bergelar Syekh Sunan Gunung Jati bekerjasama dengan Syekh
Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng sebagai bagian dari upaya penyebaran
Agama Islam yang juga sebagai tontonan dilingkungan keraton disamping 6 (enam)
jenis kesenian lainnya seperti, Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung,
Reog dan Berokan.
Dalam perkembangannya di masyarakat umum, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tari Topeng Rahwana/Kelana, Tari Topeng Tumenggung,Tari Topeng Rumyang,Tari Topeng samba dan Tari Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai penutup muka dengan 5 jenis topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda (berarti lima wanda atau lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba dan Panji.
Dalam perkembangannya di masyarakat umum, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tari Topeng Rahwana/Kelana, Tari Topeng Tumenggung,Tari Topeng Rumyang,Tari Topeng samba dan Tari Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai penutup muka dengan 5 jenis topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda (berarti lima wanda atau lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba dan Panji.
( Cerita ini diambil dari buku Babad Cirebon Carang Satus dan pernah dipentaskan melalui pagelaran Wayang Golek Cepak oleh Dalang Aliwijaya di Keraton Kacirebonan Cirebon ).
kereeeeeeeenn mas broo...
BalasHapus